lazada

Alur Perkara Pidana

Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis.
Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.






Alur Perkara Perdata

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.






Definisi Saham (Stock)


Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham

1. Dividen

Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

2. Capital Gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:

1. Capital Loss

Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham.
Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.

2. Risiko Likuidasi

Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham.
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.

Sekilas Sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI)


Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

[Desember 1912]
 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda
[1914 – 1918]
Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
[1925 – 1942]
Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
[Awal tahun 1939]
Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup
[1942 – 1952]
Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
[1956]
Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif
[1956 – 1977]
Perdagangan di Bursa Efek vakum
[10 Agustus 1977]
Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
[1977 – 1987]
Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal
[1987]
Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia
[1988 – 1990]
Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat
[2 Juni 1988]
Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer
[Desember 1988]
Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal
[16 Juni 1989]
Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya
[13 Juli 1992]
Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ
[22 Mei 1995]
Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems)
[10 November 1995]
Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996
[1995]
Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya
[2000]
Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia
[2002]
BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)
[2007]
Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)
[02 Maret 2009]
Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG

PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)


PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas)


PP No 1 Tahun 2009 (Perubahan Keenam Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja)


UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum)


UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama)


UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara)


UU No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung)


UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)




Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).


Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.

Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.

Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.

Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.

Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.

Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;

UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Arah Kebijakan Kementrian BUMN


Arah kebijakan yang dirumuskan oleh Kementerian BUMN terdiri dari: (1) arah kebijakan terhadap Kementerian BUMN dan (2) arah kebijakan terhadap pembinaan BUMN.

1. Arah Kebijakan dan Strategi Terhadap Kementerian BUMN

Arah kebijakan terhadap Kementerian BUMN sebagai institusi pembina BUMN adalah Reformasi Birokrasi. Kementerian BUMN sebagai unsur pelaksana pemerintah yang bertugas dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan pembinaan kepada Badan Usaha Milik Negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut. Oleh karena itu, institusi Kementerian BUMN harus didukung oleh perangkat dan sumber daya yang memadai, salah satunya adalah sumber daya manusia yang kompeten, berintegritas, serta berdedikasi tinggi dalam mewujudkan rencana dan program kerja serta mampu mengemban amanat Undang-Undang tersebut.

Persiapan pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian BUMN sedang dalam proses finalisasi segala persyaratan sebagaimana yang berlaku di Kementerian/Lembaga yang telah melaksanakan reformasi birokrasi.

Langkah-langkah yang memerlukan perhatian dalam finalisasi reformasi birokrasi, antara lain:

Mempercepat penyelesaian seluruh dokumen persyaratan reformasi birokrasi.
Melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Menteri Keuangan untuk mempercepat proses pelaksanaan.
Mempersiapkan mekanisme rekruitmen pegawai Kementerian BUMN yang baru untuk menutupi kekurangan SDM keahlian tertentu.
Mempercepat proses penetapan status pegawai Kementerian BUMN sebagai pegawai tetap Kementerian karena sampai saat ini status pegawai masih status dipekerjakan dari berbagai Kementerian/Lembaga lain.
Menyiapkan perangkat pelaksana penilaian Key Performance Indicators (KPI) pegawai.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan, terdiri dari:

Meningkatkan kompetensi dan kinerja SDM Kementerian BUMN.
Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Kementerian BUMN.
Meningkatkan implementasi Good Corporate Governance Kementerian BUMN.
2..  Arah Kebijakan dan Strategi Terhadap Pembinaan BUMN

Arah kebijakan utama terkait dengan pembinaan BUMN adalah rightsizing, restrukturisasi, revitalisasi dan profitisasi BUMN secara bertahap dan berkesinambungan.

Kebijakan rightsizing dilaksanakan melalui 5 jenis tindakan, yaitu:

Standalone
Merjer/konsolidasi
Holding
Divestasi
Likuidasi
Skenario pelaksanaan rightsizing BUMN tahun 2012-2014 adalah rightsizing Sektor Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Sektor Perkebunan, Sektor Kehutanan, Sektor Pertambangan, Sektor Farmasi, Sektor Pengerukan, Sektor Aneka Industri sehingga jumlah BUMN pada akhir tahun 2012 menjadi sekitar 116 BUMN. Pada tahun 2013, akan dilakukan rightsizing pada Sektor Kebandarudaraan, Sektor Angkutan Darat dan Kereta Api, Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Sektor Energi, Sektor Konstruksi dan Konsultan Konstruksi, Sektor Logistik, dan Sektor Jasa Penilai sehingga jumlah BUMN akan menjadi sekitar 105 BUMN. Selanjutnya, pada tahun 2014, akan dilakukan rightsizing pada Sektor Pertahanan, Sektor Industri Berbasis Teknologi, Sektor Dok dan Perkapalan, Sektor Baja dan Konstruksi Baja, Sektor Asuransi, dan Sektor Konstruksi sehingga jumlah BUMN pada akhir tahun 2014 diperkirakan akan menjadi sekitar 95 BUMN.

Kebijakan rightsizing secara lengkap dan menyeluruh dituangkan dalam Master Plan 2010-2014 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Strategis Kementerian BUMN ini.

Selain rightsizing, restrukturisasi, revitalisasi dan profitisasi BUMN, arah kebijakan lain yang diambil adalah:

Memantapkan proses seleksi pengurus BUMN secara profesional, transparan dan obyektif
Penetapan peraturan pelaksanaan UU BUMN dan harmonisasi peraturan perundang-undangan lainnya sesuai dengan UU Perseroan Terbatas dan/atau Capital Market Protocol
Penerapan Good Governance dan Good Corporate Governance
Peningkatan kinerja dan daya saing dan keberlanjutan usaha BUMN
Peningkatan kualitas pelaksanaan pelayanan umum
Peningkatan peran BUMN dalam mendorong pelaksanaan prioritas pembangunan nasional
Privatisasi BUMN untuk meningkatkan daya saing dan nilai perusahaan
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :

Penerapan sistem informasi manajemen Kementerian BUMN.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas talent management untuk pimpinan/direksi BUMN.
Meningkatkan kualitas sistem monitoring dan pengendalian BUMN.
Meningkatkan upaya peningkatan nilai BUMN melalui upaya “creating value strategy”.
Meningkatkan implementasi GCG dan sistem manajemen kinerja di BUMN.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas kebijakan investasi BUMN.
Meningkatkan peran BUMN dalam keperintisan usaha dan pengembangan UMKM.
Meningkatkan kualitas dividen yang diterima Pemerintah dengan mempertimbangkan besaran investasi BUMN dalam mendukung pertumbuhan usaha BUMN.
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam mendukung pembangunan nasional.
Meningkatkan kepuasan pelanggan dan pangsa pasar BUMN dalam setiap sektor industri atau jasa yang dimasuki.
Meningkatkan daya saing BUMN di pasar domestik dan internasional.
Meningkatkan efisiensi BUMN
Meningkatkan total pendapatan BUMN
Meningkatkan nilai dan kekayaan BUMN
Untuk mencapai jumlah BUMN yang ideal yang dapat memaksimalkan nilai BUMN dan memberikan manfaat optimal bagi Negara, akan dilakukan restrukturisasi/rightsizing BUMN.

Landasan Hukum BUMN

DASAR KEBIJAKAN PEMBINAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

SEJARAH KEMENTERIAN BUMN

Kementerian Negara BUMN merupakan transformasi dari unit kerja Eselon II Depkeu (1973-1993) yang kemudian menjadi unit kerja Eselon I (1993-1998 dan 2000-2001). Tahun 1998-2000 dan tahun 2001 sampai sekarang, unit kerja tersebut menjadi Kementerian BUMN.

Organisasi Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik Negara di Republik Indonesia telah ada sejak tahun 1973, yang awalnya merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali perubahan dan perkembangan. Dalam periode 1973 sampai dengan 1993, unit yang menangani pembinaan BUMN berada pada unit setingkat Eselon II. Awalnya, unit organisasi itu disebut Direktorat Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan Perusahaan Negara). Selanjutnya terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Persero dan BUN (Badan Usaha Negara). Terakhir kalinya pada unit organisasi setingkat eselon II, organisasi ini berubah menjadi Direktorat Pembinaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sampai dengan tahun 1993.

Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap Badan Usaha Milik Negara, dalam periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya setingkat Direktorat/Eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat Jenderal/Eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara (DJ-PBUN).

Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara sangat signifikan, pada tahun 1998 sampai dengan 2000, pemerintah Republik Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi setingkat Kementerian. Awal dari perubahan bentuk organisasi menjadi Kementerian terjadi di masa pemerintahan Kabinet Pembangunan VI, dengan nama Kementerian Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN.

Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi Kementerian ini dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Namun, di tahun 2001, ketika terjadi suksesi kepemimpinan di Republik Indonesia, organisasi tersebut dikembalikan lagi fungsinya menjadi setingkat Kementerian sampai dengan periode Kabinet Indonesia Bersatu ini.

SEJARAH KEMENTERIAN BUMN

Organisasi Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik Negara di Republik Indonesia telah ada sejak tahun 1973. Awalnya, organisasi ini merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali perubahan dan perkembangan.

UNIT ESELON II
Dalam periode 1973 sampai dengan 1993, unit yang menangani pembinaan BUMN berada pada unit setingkat Eselon II. Unit organisasi itu disebut Direktorat Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan Perusahaan Negara). Selanjutnya, terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Persero dan BUN (Badan Usaha Negara). Kemudian organisasi ini berubah menjadi Direktorat Pembinaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sampai dengan tahun 1993.

MENJADI UNIT ESELON I
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap Badan Usaha Milik Negara, dalam periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya setingkat Direktorat/Eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat Jenderal/Eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara (DJ-PBUN). Dalam kurun waktu 1993- 1998 tercatat 2 (dua) orang Direktur Jenderal Pembinaan BUMN, yakni Bapak Martiono Hadianto dan Bapak Bacelius Ruru.

JADI KEMENTERIAN
Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara sangat signifikan, maka sejak tahun 1998, pemerintah Republik Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi setingkat Kementerian. Awal dari perubahan bentuk organisasi tersebut terjadi di masa pemerintahan Kabinet Pembangunan VII, dengan nama Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN. Menteri pertama yang bertanggung jawab atas pendayagunaan BUMN tersebut adalah Bapak Tanri Abeng. Pada masa ini sempat digagas tentang BUMN Incorporated, sebuah bangun organisasi BUMN berbentuk super holding.

Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi Kementerian ini sempat dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Dirjen Pembinaan BUMN waktu itu dijabat oleh Bapak I Nyoman Tjager. Namun, di tahun 2001, ketika terjadi suksesi pucuk kepemimpinan Republik Indonesia, organisasi pembina BUMN tersebut dikembalikan lagi fungsinya menjadi setingkat Kementerian sampai dengan periode Kabinet Indonesia Bersatu. Menteri yang menanggani BUMN digabungkan dengan penanaman modal, sehingga disebut Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN yang dipercayakan kepada Bapak Laksamana Sukardi. Beliau kemudian digantikan oleh Bapak Rozy Munir. Selanjutnya, ketika kembali terjadi pergantian Presiden RI, di bawah kabinet yang disebut Kabinet Gotong Royong, Bapak Laksamana Sukardi kembali menjadi Menteri BUMN. Kala itu, kembali dipisahkan antara pembinaan BUMN dengan penanaman modal. Bapak Laksamana Sukardi menjadi Menteri BUMN dari tahun 2001 hingga 2004. Kemudian, ketika Bapak SBY terpilih jadi Presiden di tahun 2004, terjadi pergantian Menteri yang menanggani BUMN ini. Dalam masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Bapak Sugiharto dipercaya menjadi Menteri Negara BUMN (2004-2006), yang kemudian digantikan Bapak Sofyan A. Djalil (2006-2009) dan Bapak Mustafa Abubakar (2009-2011). Selanjutnya Bapak Dahlan Iskan menjadi Menteri Negara BUMN hingga saat ini.

Penjelasan BI Rate sebagai Suku Bunga Acuan


Definisi
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

Fungsi
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk m8encapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia


Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah.  Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

Definisi Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.


Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]

Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.


Pengelompokan Inflasi

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
Kelompok Bahan Makanan
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
Kelompok Perumahan
Kelompok Sandang
Kelompok Kesehatan
Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

Arti dan Manfaat Menikah yang terkandung di dalam Al Quran


Menikah adalah amalan sunnah yang diagungkan oleh Allah. Al-Qur'an menyebut pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha, yang berarti "perjanjian yang sangat berat". Meskipun berat serta menikah merupakanamalan yang diagungkan, tentunya terdapat segudang manfaat dari menikah. Dari Wikipedia disebutkan makna dari menikah.


"Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina." ~ Wikipedia

Berikut ini 9 Manfaat Menikah.

1.Tetap terjaganya keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum muslimin dan menggetarkan orang kafir dengan adanya generasi yang berjuang di jalan Allah dan membela agamanya.
2. Menjaga kehormatan dan kemaluan dari berbuat zina yang diharamkan yang merusak masyarakat.
3. Terlaksananya kepemimpinan suami atas istri dalam memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)” (4: 34)
4. Mendapatkan ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri serta ketenteraman jiwa mereka. (QS.ar-rum:21)
5. Menjaga masyarakat dari akhlak yang keji (zina) yang menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.
6. Terjaganya nasab dan ikatan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya serta terbentuknya keluarga yang mulia yang penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong dalam kebenaran.
7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan ala binatang menjadi kehidupan insan yang mulia.
8. Melahirkan Generasi yang lebih baik, bertaqwa,dan berkualitas menurut masyarakat dan Allah tentunya.
9. Menegakkan Kalimat Allah,dengan menciptakan kaum yang rahmatan lil alamin.

Tips atau Cara mudah mendeteksi keberadaan makhluk gaib / astral


Assalamu Alaikum sedulur Sebuah Coretanku.

sesuai dengan judul post ane nie karena semalem sempet nonton tayangan di TV swasta yang alangkah baiknya tak di pertontonkan, yang dalam adegannya menanyakan sesuatu hal kepada makhluk gaib secara mediumisasi.
Tapi mungkin ada dari sobat penasaran tentang apa dan bagaimana caranya, tanpa di dampingi ahlinya jangan sekali2 meremehkan makhluk asral jika mencoba mediumisasi. inti atom ato ion dari makhluk yang masih belum bersih menyebabkan mudahnya sobat bersinggungan dengan makhluk gaib tatkala tabir ghaib terbuka ato sengkala antara jam selesai subuh, duhur dan sore sekitar jam lima.

berikut ane ada tips mudah mendeteksi keberadaan makhluk asral tanpa negatif kepada ALLAH.
caranya:

untuk permulaan berwudlulah (wudhu baik untuk kesehatan selain mensucikan diri). Yang selanjutnya tanpa berwudhlu pun tak apa.
berdiri (jangan duduk coz nanti sekujur badan akan berputar) konsentrasi, bacalah basmilah 3x, syahadat 3x, shalawat 3x, angkat tangan kanan, telunjuk di acungkan nunjuk arah depan.
lalu membaca:

'ya ALLAH ya Robbi, hamba mohon energi ilmu aliran kodrat yang kuat untuk menunjukkan keberadaan makhluk gaib yang paling dekat (jaraknya) dengan hamba melalui jari hamba ya ALLAH, ALLAHU AKBAR'

tatap jari telunjuk sobat, biarkan dan ikuti jika berputar sampai menunjuk arah tepat posisi makhluk gaib berada. Setelah selesai usaplah muka dan istighfar.

semoga bermanfaat untuk mencari benda ato barang yang lupa naruh, ato juga benda pusaka. Tinggal di ganti do'a yang di maksudkan.

selamat mencoba

Wassalamu Alaikum
Contoh Curriculum Vitae

Contoh Curriculum Vitae


Photo
 
Curriculum Vitae


Data Pribadi

Nama                                                   :        Misdaria
Alamat                                                :        Jln.Menteri Supeno No.70, Sorosutan, Umbulharjo.                                         YOGYAKARTA         
Nomor Telepon                                   :        081278972974
Email                                                   :        linklunk@rocketmail.com
Jenis Kelamin                                      :        Perempuan
Tinggi / Berat badan                           :        160 cm / 47 kg
Tanggal Kelahiran                               :        02-Maret-1994
Status Marital                                      :        Lajang
Warga Negara                                     :        Indonesia
Agama                                                 :        Islam

Preferensi Pekerjaan

Bidang Pekerjaan yang diminati         :        Pramugari
Gaji yang dikehendaki                        :        Rp.2.000.000
Ketersediaan waktu                            :        Senantiasa tersedia

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan

Jenjang Pendidikan                             :

Periode
Sekolah / Institusi / Universitas
Jurusan
1997
-
1999
TK PERTIWI SINGOJURUH
-
1999
-
2006
SDN 1 GUMIRIH
-
2006
-
2009
SMPN 2 ROGOJAMPI
-
2009
-
2011
SMA MUHAMMADIYAH 2 GENTENG
IPA


Riwayat Pengalaman Kerja

1.
Tahun                                                  : 2011 
Instansi / Perusahaan                           : Ramayana Bali Mall (RB-20)          
Posisi                                                   : SPG (Sales Promosion Girl )
Penghasilan Terakhir                           : Rp.1.200.000




2.
Tahun                                                  : 2011
Instansi / Perusahaan                           : PT.Sari Melati Kencana (PIZZA HUT )
Posisi                                                   : Weitress       
Penghasilan Terakhir                           : Rp.1.650.000
Job Deskripsi

Kecakapan Berbahasa

No
Bahasa
Kemampuan
Membaca
Menulis
Berbicara
Mendengar
1.
Indonesia
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
2.
Inggris
Aktif
Aktif
Passive
Passive
3.
Daerah
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif


Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.




(......................................)
             Misdaria
PopAds.net - The Best Popunder Adnetwork

Pengunjung

Free Page Rank Tool Flag Counter

Lisensi Hak Cipta

Lisensi Creative Commons
Sebuah Coretanku disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada www.hendie23.com. Protected by Copyscape Web Copyright Protection Software
MyFreeCopyright.com Registered & Protected
DMCA.com

Mengenai Saya